Tieta itoe Titut On Jumat, 07 Januari 2011


Maaf nie kalo terlalu banyak tulisan karena dari berbagai sumber...
hehehehhehehe...
^_^

Tapi kan smakin banyak tulisan, smakin banyak pengetahuan kita...
OKEY...

Atlantis adalah benua yang tinggi peradabannya, makmur kaya raya namun hilang di dasar lautan.

Argumen geologis-arkeologis, di Harian Pikiran Rakyat Sabtu 7 Oktober 2006 yang menafikan pendapat bahwa benua mitos Atlantis adalah di Indonesia dan menolak pendapat seorang Brasil Profesor Arysio Nunes dos Santos dalam bukunya berjudul “Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization” yang menyatakan bahwa Atlantis adalah Indonesia, masih banyak komentar (bahkan yakin) bahwa benua Atlantis adalah Indonesia, tepatnya Sundaland (paparan Sunda).

MUSIBAH alam beruntun dialami Indonesia. Mulai dari tsunami di Aceh hingga yang mutakhir semburan lumpur panas di Jawa Timur. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa serupa di wilayah yang dikenal sebagai Benua Atlantis. Apakah ada hubungan antara Indonesia dan Atlantis?

Plato (427 – 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.

Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization (2005). Santos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.

Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.

Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene) . Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.

Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.

Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.

Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.” Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni :

Pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia.

Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.

Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.

Di bawah ini saya kutipkan 24 syarat Atlantis (di mana saja di seluruh dunia) hasil kesepakatan para peneliti Atlantis dari 15 negara yang berkumpul di Pulau Milos, Yunani, dari 11 hingga 13 Juli 2005. Mereka bertukar pikiran mengenai keberadaan Benua Atlantis.

Selama konferensi dengan judul “Hipotesis Atlantis – Mencari Benua yang Hilang”, para spesialis dalam bidang arkeologi, geologi, volkanologi dan ilmu-ilmu lain memperesentasikan pandangannya tentang keberadaan Atlantis, waktu menghilangnya, penyebabnya, dan kebudayaannya.

Berdasarkan kepada tulisan Plato, peserta konferensi akhirnya setuju pada 24 kriteria yang secara geografis harus memenuhi persyaratan keberadaan lokasi Atlantis, yaitu:

  1. Metropolis Atlantis harus terletak di suatu tempat yang tanahnya pernah ada atau sebagian masih ada.
  2. Metropolis Atlantis harus mempunyai morfologi yang jelas berupa selang-seling daratan dan perairan yang berbentuk cincin memusat.
  3. Atlantis harus berada di luar Pilar-pilar Hercules.
  4. Metropolis Atlantis lebih besar dari Libya dan Anatolia, dan Timur Tengah dan Sinai (gabungan).
  5. Atlantis harus pernah dihuni oleh masyarakat maju/beradab/cerdas (literate population) dengan ketrampilan dalam bidang metalurgi dan navigasi.
  6. Metropolis Atlantis harus secara rutin dapat dicapai melalui laut dari Athena.
  7. Pada waktu itu, Atlantis harus berada dalam situasi perang dengan Athena.
  8. Metropolis Atlantis harus mengalami penderitaan dan kehancuran fisik parah yang tidak terperikan (unprecedented proportions).
  9. Metropolis Atlantis harus tenggelam seluruhnya atau sebagian di bawah air.
  10. Waktu kehancuran Metropolis Atlantis adalah 9000 tahun Mesir, sebelum abad ke-6 SM.
  11. Bagian dari Atlantis berada sejauh 50 stadia (7,5 km) dari kota.
  12. Atlantis padat penduduk yang cukup untuk mendukung suatu pasukan besar (10.000 kereta perang, 1.200 kapal, 1.200.000 pasukan)
  13. Ciri agama penduduk Atlantis adalah mengurbankan banteng-banteng.
  14. Kehancuran Atlantis dibarengi oleh adanya gempa bumi.
  15. Setelah kehancuran Atlantis, jalur pelayaran tertutup.
  16. Gajah-gajah hidup di Atlantis.
  17. Tidak mungkin terjadi proses-proses selain proses-proses fisik atau geologis yang menyebabkan kehancuran Atlantis.
  18. Banyak mata air panas dan dingin, dengan kandungan endapan mineral, terdapat di Atlantis.
  19. Atlantis terletak di dataran pantai berukuran 2000 X 3000 stadia, dikelilingi oleh pegunungan yang langsung berbatasan dengan laut.
  20. Atlantis menguasai negara-negara lain pada zamannya.
  21. Angin di Atlantis berhembus dari arah utara (hanya terjadi di belahan bumi utara)
  22. Batuan Atlantis terdiri dari bermacam warna: hitam, putih, dan merah.
  23. Banyak saluran-saluran irigasi dibuat di Atlantis.
  24. Setiap 5 dan 6 tahun sekali, penduduk Atlantis berkurban banteng.
Berdasarkan penelitian maka benua Atlantis dan peradaban awal umat manusia sebenarnya ada di Indonesia. Para peneliti AS menyatakan bahwa “Atlantis is Indonesia”. Hingga kini cerita tentang benua yang hilang (Atlantis) masih terselimuti kabut misteri. Sebagian orang menganggap Atlantis cuma dongeng belaka, meski tak kurang 5.000 buku soal Atlantis telah ditulis oleh para pakar.

Bagi para arkeolog atau oceanografer modern, Atlantis tetap merupakan obyek menarik terutama soal teka-teki dimana sebetulnya lokasi sang benua. Banyak ilmuwan menyebutkan bahwa benua Atlantis terletak di Samudera Atlantik. Namun sebagian arkeolog Amerika Serikat (AS) bahkan meyakini benua Atlantis dulunya adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land, suatu wilayah yang kini ditempati Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang banjir besar seiring berakhirnya zaman es.

Para peneliti AS ini menyatakan bahwa “Atlantis is Indonesia” kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Umar Anggara Jenny, pada Jumat (17/6), di sela-sela rencana gelaran “International Symposium on The Dispersal of Austronesian and the Ethnogeneses of the People in Indonesia Archipelago”, 28-30 Juni 2005.
Kata Umar, dalam dua dekade terakhir memang diperoleh banyak temuan penting soal penyebaran dan asal usul manusia. Salah satu temuan penting ini adalah hipotesa adanya sebuah pulau yang sangat besar di Laut Cina Selatan namun telah tenggelam setelah zaman es.

Hipotesa itu, kata Umar berdasarkan pada kajian ilmiah seiring makin mutakhirnya pengetahuan tentang arkeologimolekuler. Tema ini, lanjutnya, bahkan akan menjadi salah satu hal yang diangkat dalam simposium internasional di Solo, 28-30 Juni.

Menurut Umar, salah satu pulau penting yang tersisa dari benua Atlantis – jika memang benar – adalah Pulau Natuna, Riau. Berdasarkan kajian biomolekuler, penduduk asli Natuna diketahui memiliki gen yang mirip dengan bangsa Austronesia tertua.

Bangsa Austronesia diyakini memiliki tingkat kebudayaan tinggi, seperti bayangan tentang bangsa Atlantis yang disebut-sebut dalam mitos Plato. Ketika zaman es berakhir, yang ditandai tenggelamnya “benua Atlantis”, bangsa Austronesia menyebar ke berbagai penjuru. Mereka lalu menciptakan keragaman budaya dan bahasa pada masyarakat lokal yang disinggahinya dalam tempo cepat yakni pada 3.500 sampai 5.000 tahun lampau. Kini rumpun Austronesia menempati separuh muka bumi.

Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), Harry Truman Simanjuntak, mengakui memang ada pendapat dari sebagian pakar yang menyatakan bahwa benua Atlantis terletak di Indonesia. Namun hal itu masih debatable. Yang jelas, terang Harry, memang benar ada sebuah daratan besar yang dahulu kala bernama Sunda Land. Luas daratan itu kira-kira dua kali negara India. ”Benar, daratan itu hilang. Dan kini tinggal Sumatra, Jawa atau Kalimantan,” terang Harry. Menurut dia, sah-sah saja para ilmuwan mengatakan bahwa wilayah yang tenggelam itu adalah benua Atlantis yang hilang, meski itu masih menjadi perdebatan.

Dominasi Austronesia menurut Umar Anggara Jenny, Austronesia sebagai rumpun bahasa merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari 1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang.

”Pertanyaannya, dari mana asal-usul mereka? Mengapa sebarannya begitu meluas dan cepat yakni dalam 3500-5000 tahun yang lalu. Bagaimana cara adaptasinya sehingga memiliki keragaman budaya yang tinggi,” tutur Umar.
Salah satu teori, menurut Harry Truman, mengatakan penutur bahasa Austronesia berasal dari Sunda Land yang tenggelam di akhir zaman es. Populasi yang sudah maju, proto-Austronesia, menyebar hingga ke Asia daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan mengembangkan peradaban. ”Tapi ini masih diperdebatan”

Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya.
DARI BERBAGAI SUMBER

0 coment:

Posting Komentar

Powered By Blogger